Sabtu, 15 September 2012

Nasehat Ibnu Hazm -rahimahullah







“Barangsiapa merenungi dengan seksama, dan jiwanya rela menerima hakekat -meski pada awalnya, itu pahit-, maka ia akan lebih menyenangi celaan manusia, dari pada pujian mereka.
Karena pujian mereka, jika memang benar dan sampai padanya, maka itu bisa menimbulkan penyakit ‘ujub (bangga diri) yang akan merusak keutamaannya.
Namun bila pujian itu tidak benar dan ketika sampai padanya dia senang dengannya, maka berarti dia senang dengan kedustaan. Sungguh ini kekurangan yang sangat.
Adapun celaan manusia padanya, jika memang benar dan sampai padanya, maka itu bisa menjadi sebab ia menjauhinya (di kemudian hari), dan ini keuntungan yang besar, tiada yang tidak menginginkannya melainkan orang yang kurang (akalnya).
Namun bila celaan itu tidak benar, dan ketika sampai padanya ia sabar, maka disamping ia menjaga kesabaran dan ketenangannya, ia juga mendapatkan keuntungan besar lain, karena ia akan mengambil pahala kebaikan dari orang yang mencelanya, sehingga karenanya ia di akhirat nanti mendapatkan keselamatan dari pahala amalan, yang ia tidak harus capek-capek mengerjakannya, dan ini juga keuntungan besar, tiada yang tidak menginginkannya melainkan orang yang gila.

Adapun jika pujian manusia itu tidak sampai padanya, maka bicara dan diamnya itu tidak ada bedanya. Tidak demikian dengan celaan mereka, karena orang yang dicela akan mendapat keuntungan dalam segala keadaan, baik celaan itu sampai padanya ataupun tidak.
Andai saja tidak ada sabda rosul, bahwa pujian adalah kabar gembira yang disegerakan, maka harusnya orang yang berakal lebih menyenangi celaan yang dusta, dari pada pujian yang benar. (Mudawatun Nufus 17-18)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar